
Saturday, August 29, 2009
Sunday, November 04, 2007
“Perkosaan” Hak Siar Liga Inggris oleh Astro
Oleh : Dian Karyati Pamungkas
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Kita semua pasti belum bisa lepas dari kasus monopoli siaran Liga Inggris oleh Astro. Dimana Astro telah membeli hak siar tayangan tersebut dari ESS. ESS merupakan perusahaan yang didirikan oleh ESPN dan Star Sport yang memegang hak siar eksklusif Liga Inggris.
Astro telah melanggar hak publik untuk menonton siaran Liga Inggris. Sebelumnya para penggemar Liga Inggris dapat melihat acara tersebut dengan mudah. Karena acara tersebut dapat dilihat melalui televisi terrestrial atau televisi nonbayar yaitu Trans-7. Selain itu acara tersebut juga dapat disaksikan melalui televisi berlangganan yaitu saluran ESPN dan Star Sport yang dapat diakses melalui Indovision, Kabelvision, dan telkomvision.
Dengan adanya “perkosaan” Astro terhadap hak siar Liga Inggris ini telah mengubah semuanya. Siapapun yang ingin menyaksikan seluruh pertandingan Liga Inggris harus merogoh uang sebesar Rp. 200.000,00 per bulan. Bagaimana dengan publik yang tidak berlangganan Astro, tentu saja hanya bisa gigit jari. Mereka hanya bisa melihat cuplikan beritanya saja.
Padahal dari 370 pertandingan yang akan disiarkan oleh Astro pastinya tidak akan dilihat semuanya oleh publik. Mereka pasti hanya ingin melihat tim-tim kesayangannya saja atau ketika ada jadwal pertandingan “big match” misalnya MU vs Arsenal. Jadi ketika mereka harus mengeluarkan uang 200 ribu selama sebulan pasti keberatan, lebih-lebih bagi orang-orang yang berpenghasilan menengah ke bawah.
Apa yang dilakukan astro juga telah mematikan akses operator berbayar lainnya seperti Telkomvision, Indovision IM2 maupun Kabelvision yang pada musim sebelumnya dapat menayangkan siaran Liga Inggris. Ketiga operator tersebut juga telah melaporkan Asto kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan dugaan atas hak siar Liga Inggris. Dilaporkan juga bahwa ada konspirasi antara ESS dan Astro dalam pemberian hak eksklusif Liga Inggris karena ESS hanya menawarkan kepada Astro sedangkan tiga operator tersebut tidak pernah diundang dalam tender tersebut.
Komoditas seperti tayangan Liga Inggris ini merupakan kunci sukses permainan para konglomerasi media. Dan dengan penggunaan teknologi media inilah para konglomerasi media memperoleh keuntungan yang berlipat.
Karena dengan monopoli siaran Liga Inggris seperti yang telah dilakukan Astro ini, mau tidak mau publik harus berlangganan Astro. Apalagi jika publik menginginkan melihat seluruh pertandingan Liga Inggris.
Meskipun saat ini Astro bersedia membagi akses tayangan dengan televisi nonbayar dalam hal ini yang memenangkan tender adalah Lativi. Namun dari satu siaran langsung dan dua siaran tunda hasil dari “kebaikan” Astro hanya merupakan pertandingan-pertandingan yang bisa dikatakan “ecek-ecek”. Sedangkan pertandingan-pertandingan big match jarang sekali diberikan. Jadi tetap saja “kebaikan” Astro yang mau berbagi ini perlu dipertanyakan.
Akhirnya lingkungan semakin berkembang tidak teratur dimana Astro dilaporkan dengan dugaan monopoli. Dominasi tayangan yang telah dilakukan Astro ini menyebabkan akses tidak seimbang di kalangan publik. Dan ini memperlihatkan bagaimana dominasi media global terhadap media-media lain. Dimana media-media tersebut terus berkembang dan dikuasai oleh segelintir media konglomerasi transnasional.
Referensi :
Deveroux, Eoin. 2003. Understanding the Media. Sage Publication. London
Kompas. Jum’at, 14 September 2007
Koran tempo. Kamis, 23 Agustus 2007
Wednesday, November 15, 2006
oleh:Dian Karyati P.(penulis adalah mahasiswi
jurusan Ilmu Komunikasi,
Universitas Muhammadiayah Yogyakarta,
peserta mata kuliah Teori Komunikasi 2006/2007)
Kita pernah mendengar ungkapan "....jika kita memberikan pekerjaan pada orang yang bukan ahlinya, maka siap-siap datangnya kehancuran..." Karena memiliki sebuah keahlian merupakan salah satu hal yang pokok. Dalam bukunya E.M.Griffin (Communication Theory), dijelaskan bahwa semakin kita memiliki keahlian, semakin banyak orang yang percaya pada kita.
Dalam bukunya E.M.Griffin juga dijelaskan:
"Hovland and his colleagues discovered that a message from a high_credibility source produced large shifts in opinion, compared to the same message coming from a low_credibility source"
("................ bahwa pesan yang berasal dari sumber kredibilitas yang tinggi akan menimbulkan perubahan pendapat yang cepat dibandingkan pesan yang sama dari sumber yang memiliki kredibilitas yang rendah")
Seperti dalam film "The Bone Collector"(1999), dalam film tersebut dapat dilihat pengaruh sebuah keahlian terhadap kepercayaan. Ketika seorang ahli forensik yang cacat, dipercaya ketika memilih seorang opsir polisi lalu lintas untuk membantunya menangani kasus pembunuhan berantai. Daripada menyerahkan kasus tersebut kepada seorang polisi yang normal(tidak cacat) namun memiliki kepribadian dan kemampuan menganalisa kasus yang kurang baik.
Bisa dikatakan bahwa kepribadian dan keahlian merupakan suatu hal yang pokok dalam berkomunikasi dengan orang lain. Orang yang berkepribadian yang baik dan memiliki suatu keahlian, pasti banyak orang yang menaruh kepercayaan padanya. Dan hal tersebut juga berlaku sebaliknya.
Contoh dan pembahasan di atas merupakan tradisi sosiopsikologi, yang berkonsentrasi pada aspek-aspek komunikasi yang meliputi ekspresi, interaksi dan pengaruh. Wacana dalam tradisi ini menekankan pada perilaku, variabel pengaruh, kepribadian dan tingkah laku, persepsi, kognisi, tindak tanduk, dan interaksi. Tradisi ini benar-benar tradisi yang kuat terutama pada saat kepribadian menjadi begitu penting, penilaian dibiaskan oleh kepercayaan dan perasaan, dan orang menjadi punya pengaruh atas orang lain.(www.teorikomunikasi-umy.blogspot.com)
Saturday, November 11, 2006
oleh:Dian Karyati P.(penulis adalah mahasiswi
jurusan Ilmu Komunikasi,Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta,peserta mata
kuliah Komunikasi Massa 2006/2007
Saat ini televisi bukan sebuah hal yang baru. Hampir pada setiap rumah kita dapat menemukannya. Didukung dengan banyaknya stasiun televiasi yang ada, seperti: RCTI,SCTV,TPI,ANTEVE,INDOSIAR,TRANS TV,TV7,dsb. Stasiun-stasiun televisi tersebut kemudian memberikan program-program acara yang memikat pemiirsanya. Dari berita nasional,berita kriminal,sinetron,musik,sampai pada acara olahraga. Acara-acara tersebut pada prinsipnya memberikan kesenangan/hiburan kepada pemirsanya.
Dari televisi itulah terjadi proses penympaian pesan kepada khalayak,sehingga mereka dapat memperoleh informasi. Misalnya: ketika terjadi bencana gempa di Jogja dan Jawa Tengah pada 27 Mei lalu,dengan melihat beritanya di televisi,orang-orang dapat mengetahui situasi yang terjadi pada saat itu.
Namun disamping dengan segala keuntungan yang diperoleh,televisi telah banyak mempengaruhi cara berfikir manusia. Bisa dikatakan bahwa televisi telah mendarah daging dalam benak manusia. Dengan segala program televisi yang disuguhkan,dari acara yang berlatar belakang kekerasan,pornoaksi,maupun acara-acara musik ataupun acara bernuansa hiburan.
(www.komunikasimassa-umy.blogspot.com)
Monday, October 30, 2006
oleh: Dian Karyati P.(penulis adalah
mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
peserta mata kuliah Teori Komunikasi 2006/2007)
Kita semua pasti ingat tentang iklan sprite ice. Dalam iklan tersebut digambarkan, seorang cowokyang bersuhu tubuh tinggi, tangannya dapat digunakan untuk mendidihkan air dan juga untuk menyetrika, punggungnyapun digunakan untuk membakar sate. Tetapi ketika dia minum sprite ice, seperti api disiram air, begitu tangannya menyentuh air di kolam renang, semuanya membeku, termasuk orang yang berenang di dalamnya.
Jika kita melihat iklan sprite ice dihubungkan denan tradisi semiotika dapat dimaknai bahwa produsen sprite ice, menginformasikan bahwa selain menghilangkan dahaga, sprite ice juga memberikan sensasi sedingin es. Dan konsumen yang menikmatinya dapat membayangkan dirinya seakan-akan dalam iklan tersebut.
Tradisi semiotika(semiology)merupakan tradisi yang difokuskan pada tanda-tanda dan simbol-simbol. Menurut Saussure, tanda bahasa (sign) tidak lepas dari beberapa unsur, yaitu pertama, penanda (signifier)dan petanda(signified). Penanda adalah aspek material dari satu tanda bahasa, sedangkan petanda adalah aspek mental dari tanda bahasa. Relasi keduanya bersifat arbiter(arbitraty) atau diada-adakan.Dalam kajian semiotika, bukan "isi' yang menentukan makna, tetapi "relasi-relasi" dalam berbagai sistem, seperti yang diutarakan oleh Saussure bahwa sifat yang paling tepat untuk menggambarkan konsep tersebut adalah "ada dalam keberadaannya, sedang yang lain tidak". Sehingga tidak ada makna pada dirinya sendiri, karena semua terbentuk dari relasi (Saussure dalam Berger 2000:7) (www.komunikasimassa-umy.blogspot.com)
Tradisi semiotika yang ada mendatangkan sesuatu yang mungkin dan tidak mungkin dibagi. Tradisi ini memang cocok untuk memecahkan masalah,kesalahpahaman dan respon-respon subyektif. (www.teorikomunikasi-umy.blogspot.com)